Week day identik dengan suasana kerja, tempat clubbing atau dugem hanya ada saat weekend saja. Asumsi tersebut sekarang tak berlaku lagi. Senin-Rabu justru bertambah ramai, ada apa? (3-bersambung)
Tempat hiburan hanya ramai pada malam minggu, selama ini dipahami tidak saja oleh clubber tapi juga pemilik hiburan malam. Namun sekarang, tempat hiburan malam justru ramai-ramai menghidupkan acara pada hari Senin-Rabu. Programnya pun variatif sesuai dengan target masing-masing tempat hiburan. Jadi clubber pun tak hanya menikmati happy hour, sekedar party, clubbing, tapi juga hangout.
Dulu, banyak tempat hiburan malam memilih tutup atau setengah hati jika terpaksa buka pada Senin-Rabu. Kalaupun terpaksa buka, biasanya tanpa program istimewa. Tamu yang datang hanya disuguhi musik DJ, akibatnya tak sedikit klub yang sepi pada malam itu. Pada satu sisi, tamu-tamu tetap menuntut klub mengadakan program setiap hari terutama pada Senin-Rabu malam. Biasanya mereka lebih suka memilih musik dengan tempo sedang, bukan musik-musik dance yang memiliki beat cepat. Sebab dengan tempo beat cepat dapat memancing mereka larut dalam suasana party. Akibatnya jelas, bangun pagi pada esok hari jadi berat dan pekerjaan jadi berantakan.
Walaupun berefek dengan kondisi tersebut, belakangan banyak klub tetap beroperasi pada Senin-Rabu. Tentunya bukan sekedar buka tetapi tetap dengan program-program khusus. Dengan demikian, membuat tamu tak ada alasan untuk tidak datang ke tempat hangout itu. Biasanya klub menyiasatinya sesuai dengan target market yang ingin dicapai.
Keadaan ini dapat disaksikan juga di salah satu klub di jantung kota Malang. Saat liburan beberapa waktu lalu di kota dingin, saya (penulis) pun merasakan pemandangan lain. Klub malam (terbilang baru) yang berada di kawasan mall di seputaran alun-alun itu, menyelenggarakan program khusus pada malam yang sering juga disebut bukan saat untuk dugem. Klub yang (kebetulan baru pertama saya datangi itu) setelah pindah ke kota ledre, memilih pangsa pengunjung level menengah ke atas. Untuk mencapai target itu dipilihlah format lagu yang beraliran classic disco dan classic house.
Masih segar dalam ingatan penikmat hiburan malam, sebuah jargon yang dilempar salah satu tempat hiburan “kelas atas”. Jargon I Don’t Like Monday diubah menjadi I Like Monday. Jargon inilah yang kemudian banyak ditiru oleh beberapa tempat hiburan malam untuk mengusung tema khusus pada malam itu. Lewat program ini,biasanya tempat hiburan menampilkan band-band cafe dengan menampilkan lagu-lagu hits. Sekaligus perpaduan live band, DJ Performance, Fashion Show, bahkan sexi dancer.(menarik bukan...!)
Mudah ditebak, klub malam dengan inisial “F.....’ itu dibanjiri pengunjung pada Senin malam. Bahkan 4 kali Senin pada bulan Agustus, dikemas dengan beraneka tema antara lain: Naked Bunny, Flaming Red, Jungle Babes, serta Sporty Chick. (Acaranya seru gak ya!!). Bahkan selepas lebaran nanti sekaligus menyambut tahun baru, klub tersebut telah menyiapkan berbagai acara. Diantaranya; Scandalous Fairy, Kama Sutra, Poison Ivi, dan Geisha. (Ini maksudnya apa ya, pengen tau, ayo ama aku datang ntar usai lebaran...hehe).
Jelang bulan Ramadhan yang dipastikan tempat tersebut harus “break”, pemilik klub tersebut siap dengan format acara spesial. Biasanya H-3 sebelum bulan puasa mereka membuat acara “penutup” dengan suguhan berbeda dibanding hari biasanya. Bahkan, pada hari terakhir pengunjung akan merasakan atmosfir berbeda, tentunya dengan berkumpulnya para dugemmer. Pada hari tersebut, di dalam tempat hiburan pengunjung pasti tidak dapat leluasa bergerak dan berdesakan. Karena dapat dipastikan, hall penuh sesak bahkan sebagian dugemmer harus rela hanya sampai di pintu masuk saja. Bukan karena tidak punya duit, namun “tiket”nya sudah sold out. (Agus C. Winardi)
0 comments:
Post a Comment