Jalan-Jalan

Dunia prostitusi terselubung semakin terfasilitasi dengan kehadiran pusat perbelanjaan, tempat hiburan, discotik, café-café. Dan ini dimanfaatkan betul oleh “mereka”. Kok bisa? Dan siapa saja mereka? (1-bersambung)

Berikut sedikit gambaran, setelah beberapa waktu lalu, penulis berkunjung ke kota dingin Malang. (Nggak salah khan hasil “jalan-jalan” dijadikan tulisan..)

Jarum jam menunjukkan pukul 23.00, tampak dua wanita turun dari Taxi warna biru dengan call number (0341) 690xxx. Setelah pintu Taxi dibuka, tanpa celingak-celinguk keduanya langsung melangkahkan kaki masuk ke dalam salah satu tempat hiburan malam di jantung kota Malang. Walaupun terbilang baru, namun lokasinya yang strategis itu langsung menjadi trend setter tidak hanya bagi kaum muda tetapi juga diminati lelaki berumur.

Hiburan yang menyatu dengan pusat perbelanjaan itu memiliki 2 area. Area pertama ruang dance floor dan sebelah dalam ruangan ber-AC. Ruangan yang kami sebut kedua, lebih banyak dipenuhi lelaki berumur alias 35 ke atas. Mereka kebanyakan datang berkelompok, datang dengan kolega dan ada yang datang bersama pasangannya. Menjelang tengah malam, tempat ini bukannya sepi tapi bertambah ramai. Para tamu selain berkaraoke juga tampak bersantai sambil menikmati aneka menu dan minuman yang disediakan.

Kami (penulis, red) yang saat itu datang berempat dengan Tam (Mat) , Awik serta Kurniawan teman lama kuliah di Malang merasakan betul atmosfir berbeda. Kebetulan sejak penulis merapat ke Bojonegoro menjadi ‘Kuli Tinta”, baru pertama kali menginjakkan kaki di tempat itu karena saat bergeser, tempat tersebut belum “terbit”. Walhasil, wajah bloon efek kelamaan berendam minyak sumur Sukowati dan lama tak terbang membuat saya sangat Mbulu (baca: Ndeso,Red).

Setelah melewati pintu, kami berbelok ke kiri dan melewati meja resepsionis yang ditata mirip meja bartender. Tak lama, seorang cewek berpakaian blues dipadu dengan rok mini berbahan jeans memeriksa ruang karaoke yang kosong dan memerintahkan waiters untuk mengantarkan kami. Melalui lorong yang kami lewati di sebelah kiri dan kanannya terdengar berbagai jenis musik keluar dari celah-celahnya. Mungkin (dalam hati saya) tempat ini juga menyediakan tempat bagi kaum hedonist untuk melakukan “hal-hal lain” selain refreshing berkaraoke.(Tapi saya nggak ngerti Boss).

Kami kemudian masuk ke dalam ruangan yang lumayan besar. Di dalamnya terdapat meja bar lengkap dengan meja DJ. Tarif ruangan tersebut lumayan mahal Rp 125.000/ jam. Kami (tepatnya teman saya, Tam) kemudian memesan 2 pitcher bir seharga @ Rp 85.000. Tak lama berselang bersama datangnya minuman yang kami pesan, muncul 3 Lady Companion (Pemandu karaoke) cantik nan wangi membuka pintu. Namanya aja gadis untuk menemani, mereka cepat akrab, ramah, dan berusaha menyenangkan “kami”. Penampilan ketiganya sangat modern dan trendi tentu dengan busana yang memperlihatkan keindahan tubuhnya.

Kepada kami ketiganya langsung memperkenalkan diri. Eh salah, kita yang ngajak kenalan. Yang satu mengaku bernama Ira dan satunya bernama Vera (Sing sijine aku lali jenenge nda). Ira saat itu memakai kaos ketat, celana panjang ketat/hipster sehingga memperlihatkan bentuk pinggulnya sangat rendah. Sementara Vera berbusana baju ketat warna putih dengan potongan leher “V” sehingga sedikit jelas memperlihatkan dadanya. Sedangkan Miss yang saya lupa namanya tadi mengenakan You can see pink dengan terusan rok mini. (Kata pemuda Desa Kuniran, Purwosari mereka gak nduwe wedi blas.hehe).

Gaya ketiganya jauh dari kesan wanita nakal atau wanita-wanita penjaja cinta sesaat. Gaya bicaranya intelek dan sepertinya pernah makan bangku sekolah. Sebagai wanita yang memiliki tugas menemani tamu bernyanyi, mereka pasti tak jauh dari sentuhan tamu (laki-laki). Jangan heran kalau tangan-tangan nakal tamu kadang-kadang mampir ke bagian tubuh sensitif mereka. (Tapi kami nggak lho, ora wani). Dari sisi kenikmatan sesaat yang diperoleh dari menemani tamu bernyanyi, mereka juga memiliki kebebasan untuk meminta sesuatu pada tamunya. Mulai sekedar rokok, soft drink, bahkan memesan minuman paling mahal.

Ira yang mengaku berasal dari kota tahu Kediri itu bercerita baru 7 bulan bekerja di tempat karaoke, itupun awalnya diajak seorang temannya. Dia menuturkan, pekerjaan sebagai LC cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi kalau banyak “ajakan” dari tamu usai menemani karaoke. Ketika ditawarkan ajakan ke ranjang, dirinya mengaku tak keberatan. “Saya rasa sebagian besar begitu, jarang banget yang menolak. Yang penting harganya cocok,’’ ujarnya polos sambil menuangkan pitcher bir ke gelas. Menurut dia kalau soal harga bisa dinego, tapi biasanya dia memasang “tarif” Rp 700 ribu short time satu jam (wow...!!)

Berbeda dengan pengakuan Vera, tak sedikit temannya yang menolak ajakan tidur dari tamunya, namun hanya menemani minum alkohol. “Kalau 1 sloki aja OK, kalau menolak sama sekali salah kan. Aku biasanya pesen orange juice aja,’’ ujar cewek yang mengaku kost di sekitar RS Lavalette itu. (Agus C. Winardi)

Jalan-Jalan

Profesi Lady Escort (LE), Lady Companion (LC) alias Pemandu Karaoke bahkan Guest Relation Officer (GRO) di café-café dan di klub-klub malam banyak diminati wanita cantik, kenapa? (2-bersambung)

Selain berparas cantik dan memiliki bentuk tubuh ideal, Lady Escort (LE), Lady Companion (LC) dan Guest Relation Officer (GRO) rata-rata masih muda. Tak berlebih ketika tempat hiburan malam sengaja “memasang” mereka untuk menjadikan daya tarik . Namun tak sedikit dugemmers atau pengunjung yang mencoba mendekati, merayu, bahkan menjanjikan sejumlah materi. Bahkan tak menutup kemungkinan, ujung-ujungnya sebagai pemuas nafsu.

Seperti pelajaran biologi di SMA, hukum simbiosis mutualisme berlaku bagi ketiga belah pihak (LC/LE, Dugemmers, dan pemilik café/discotik). Tak pelak, persaingan di dunia hiburan malam membuat modal utama LC/LE yang “harus” (cantik, smart, gaul, bahkan super seksi) menjadi tolak ukur. Rata-rata mereka yang memilih profesi itu masih berusia muda. (Meminjam istilah Warga Drokilo, Kedungadem mereka sangat “SEHAT”..hehe).

Menjadi LC/LE memang modal utamanya harus berparas cantik, didukung bentuk fisik yang menarik. Tak dapat dipungkiri bila kemudian diantara mereka nyambi sebagai pemuas nafsu pria hidung belang.

Ocha (nama sebenarnya, salah satu GRO panti pijat dan spa di Malang menjelaskan, tugasnya di salah satu hiburan malam itu yaitu memberikan arahan yang jelas kepada pelanggan/pengunjung dalam menggunakan fasilitas yang ditawarkan di tempat ia bekerja. Lajang berusia 22 tahun itu bertugas sebagai front officer. Parasnya yang cantik, berkulit bersih dan memiliki lekuk tubuh yang menarik menjadi pemandangan indah. Yang membedakan dengan yang lain, dalam bekerja Ocha berseragam lebih sopan dan bersikap profesional dalam melayani tamu. Dia bertugas menerangkan apa saja yang bisa diperoleh alias fasilitas di dalamnya. (Kebetulan saat ini ia bekerja di salah satu panti pijat sekaligus menyediakan spa )

Tahun 2006 lalu, Ocha pernah menjadi bartender di salah satu café sekitar sengkaling sebelum berpindah ke tempat barunya itu. Dia bercerita, umumnya dia mengenal baik tamunya terutama yang kerap datang ke tempat ia bekerja sekarang. Kedekatannya dengan berbagai tipe pria itu membuatnya terbiasa dan bebas untuk bercanda akrab. Sikapnya yang manis dan terbuka menjadi salah satu daya tarik bagi pengunjung spa itu. Ibaratnya di tengah-tengah banyaknya bunga yang sewarna, mencuat bunga dengan warna yang berbeda dan tentunya lebih menarik. Karena gadis seperti Ocha tak berdandan mencolok dan make up-nya tipis alias tak menor.

Dia mengakui, kedekatannya dengan tamu (pengunjung) itu yang justru memberi peluang mendapatkan penghasilan sampingan selain gaji bulanan yang ia peroleh. Menurut dia, dirinya tak berani meminta barang-barang mahal, misalnya jam atau ponsel keluaran terbaru. “Aku tak pernah lho mas minta sesuatu pada mereka, namun kalau dikasih ya tak terima,’’ aku gadis asal kota brem itu. Bukan klien-nya yang tak mampu membelikannya, namun dia tak ingin “pekerjaan” sampingannya itu diketahui oleh orang lain apalagi orang tuanya. Dengan pekerjaan yang mengharuskan ia pulang larut malam, Ocha sekarang nge-kost sekitar 200 m dari tempat ia bekerja. (mau tau kost-nya, di daerah Dau Malang, tepatnya rumah di sebelah barat bakul nasi goreng. Positif..nda).

Tak berbeda jauh dengan Ocha, Eva (yang ini bukan nama sebenarnya) teman satu kost Ocha yang berprofesi hampir sama. Eva tak menampik pekerjaan di tempat hiburan malam punya peluang besar untuk mendatangkan uang. Ia tahu, pekerjaan yang dilakukannya cenderung menonjolkan penampilan (bentuk tubuh) ketimbang skill. Bukan rahasia lagi lanjut Eva, dirinya berhubungan dengan tamu yang datang ke tempat tersebut yang tujuan mencari wanita penghibur. “Namun jika pengunjung tak mau ditemani, ya nggak pa pa,’’ katanya enteng. Pekerjaan yang diembannya relatif mudah, itu pun tak terlalu mutlak tergantung tamu yang dihadapi. Ia kadang harus menemani tamu hingga larut malam hingga menenggak minuman alkohol misalnya.

Tugas Eva sebagai GRO sebenarnya selain sebagai sumber informasi juga berusaha membuat tamu membelanjakan uang sebanyak-banyaknya terutama untuk membeli minuman. Naluri lelaki adalah dengan keberadaan wanita di sampingnya, tamu-tamu itu GR (gedhe rumongso) sehingga lebih tertantang untuk banyak minum. Sasaran utama yaitu tamu yang datang minimal berdua. “Biasanya tamu yang datang berkelompok lebih royal membelanjakan uangnya termasuk minuman yang dipesan. Tak jarang aku juga ditraktir oleh mereka,’’ ungkap cewek yang masih kuliah di salah satu PTS terkenal dengan slogan white kampus itu. (Agus C. Winardi)

Jalan-Jalan

Week day identik dengan suasana kerja, tempat clubbing atau dugem hanya ada saat weekend saja. Asumsi tersebut sekarang tak berlaku lagi. Senin-Rabu justru bertambah ramai, ada apa? (3-bersambung)

Tempat hiburan hanya ramai pada malam minggu, selama ini dipahami tidak saja oleh clubber tapi juga pemilik hiburan malam. Namun sekarang, tempat hiburan malam justru ramai-ramai menghidupkan acara pada hari Senin-Rabu. Programnya pun variatif sesuai dengan target masing-masing tempat hiburan. Jadi clubber pun tak hanya menikmati happy hour, sekedar party, clubbing, tapi juga hangout.

Dulu, banyak tempat hiburan malam memilih tutup atau setengah hati jika terpaksa buka pada Senin-Rabu. Kalaupun terpaksa buka, biasanya tanpa program istimewa. Tamu yang datang hanya disuguhi musik DJ, akibatnya tak sedikit klub yang sepi pada malam itu. Pada satu sisi, tamu-tamu tetap menuntut klub mengadakan program setiap hari terutama pada Senin-Rabu malam. Biasanya mereka lebih suka memilih musik dengan tempo sedang, bukan musik-musik dance yang memiliki beat cepat. Sebab dengan tempo beat cepat dapat memancing mereka larut dalam suasana party. Akibatnya jelas, bangun pagi pada esok hari jadi berat dan pekerjaan jadi berantakan.

Walaupun berefek dengan kondisi tersebut, belakangan banyak klub tetap beroperasi pada Senin-Rabu. Tentunya bukan sekedar buka tetapi tetap dengan program-program khusus. Dengan demikian, membuat tamu tak ada alasan untuk tidak datang ke tempat hangout itu. Biasanya klub menyiasatinya sesuai dengan target market yang ingin dicapai.

Keadaan ini dapat disaksikan juga di salah satu klub di jantung kota Malang. Saat liburan beberapa waktu lalu di kota dingin, saya (penulis) pun merasakan pemandangan lain. Klub malam (terbilang baru) yang berada di kawasan mall di seputaran alun-alun itu, menyelenggarakan program khusus pada malam yang sering juga disebut bukan saat untuk dugem. Klub yang (kebetulan baru pertama saya datangi itu) setelah pindah ke kota ledre, memilih pangsa pengunjung level menengah ke atas. Untuk mencapai target itu dipilihlah format lagu yang beraliran classic disco dan classic house.

Masih segar dalam ingatan penikmat hiburan malam, sebuah jargon yang dilempar salah satu tempat hiburan “kelas atas”. Jargon I Don’t Like Monday diubah menjadi I Like Monday. Jargon inilah yang kemudian banyak ditiru oleh beberapa tempat hiburan malam untuk mengusung tema khusus pada malam itu. Lewat program ini,biasanya tempat hiburan menampilkan band-band cafe dengan menampilkan lagu-lagu hits. Sekaligus perpaduan live band, DJ Performance, Fashion Show, bahkan sexi dancer.(menarik bukan...!)

Mudah ditebak, klub malam dengan inisial “F.....’ itu dibanjiri pengunjung pada Senin malam. Bahkan 4 kali Senin pada bulan Agustus, dikemas dengan beraneka tema antara lain: Naked Bunny, Flaming Red, Jungle Babes, serta Sporty Chick. (Acaranya seru gak ya!!). Bahkan selepas lebaran nanti sekaligus menyambut tahun baru, klub tersebut telah menyiapkan berbagai acara. Diantaranya; Scandalous Fairy, Kama Sutra, Poison Ivi, dan Geisha. (Ini maksudnya apa ya, pengen tau, ayo ama aku datang ntar usai lebaran...hehe).

Jelang bulan Ramadhan yang dipastikan tempat tersebut harus “break”, pemilik klub tersebut siap dengan format acara spesial. Biasanya H-3 sebelum bulan puasa mereka membuat acara “penutup” dengan suguhan berbeda dibanding hari biasanya. Bahkan, pada hari terakhir pengunjung akan merasakan atmosfir berbeda, tentunya dengan berkumpulnya para dugemmer. Pada hari tersebut, di dalam tempat hiburan pengunjung pasti tidak dapat leluasa bergerak dan berdesakan. Karena dapat dipastikan, hall penuh sesak bahkan sebagian dugemmer harus rela hanya sampai di pintu masuk saja. Bukan karena tidak punya duit, namun “tiket”nya sudah sold out. (Agus C. Winardi)

Jalan-Jalan

Promo Ladies Night, diskon 50% hingga hingga fasilitas Buy 1 Get 1 for Draught Beer, jadi pancingan. (4-habis).

Dengan memiliki regulasi program yang telah mantap disiapkan, otomatis tempat hiburan malam akan menjadi jujugan para clubber. Acara dengan program pada hari tertentu, pasti akan berefek terhadap berjubelnya pengunjung. Jika hal itu terjadi, tentu berimbas pula meningkatnya pemasukan ke pemilik hiburan malam. Mereka (baca: pengunjung) bukan hanya disuguhi hiburan yang meningkatkan adrenalin, para tamu juga dimanjakan dengan diskon hingga 50% untuk beberapa minuman “kelas atas”. Tidak ketinggalan, potongan harga yang berlaku pada draft beer baik gelas maupun kemasan pitcher. Dan tentu paket Buy 1 get 1 alias (tuku siji oleh emboh siji) menjadi pancingan dugemmer untuk tidak melewatkan even yang dihelat. Klub yang saya sebutkan pada tulisan edisi-3, memang menggaet pangsa menengah ke atas, bukan konsumen ABG yang doyan dugem. Sehingga suasana mewah, lux, dan sedikit private lebih terasa.

Tempat hiburan yang baru beroperasi tak lebih dari setahun itu memang beda. Suasana gemebyar langsung terasa ketika pengunjung membuka pintu. Untuk sampai ke dalam area, tamu terlebih dahulu harus melewati wine cellar yang berada di sebelah kiri pintu masuk. Lebih ke dalam, terdapat dinding kaca transparan yang diberi assesoris balok kayu membatasi ruangan klub malam tersebut. Lebih ke dalam lagi, suasana mewah dengan penerangan sedikit remang-remang sangat-sangat menggoda.

Suasana lebih dan makin hidup, karena Lady Companion (LC) berlalu lalang di hadapan pengunjung. Wanita-wanita yang usianya nggak lebih dari 28 tahun itu semuanya tampil seksi, sehat sekaligus segar dipandang. Tentu semuanya juga menggunakan “balutan” busana yang agak minim. Disitu, sekitar 7-8 set sofa warna merah terhampar di dalam bar. Sementara hall yang cukup luas tersebut berjejer sejumlah bangku tinggi dijejer memutari meja berbentuk lingkaran.

DJ Booth (tempat DJ beraksi) berada di sisi kanan bar dan dilengkapi dance floor yang sangat lapang. Jarak antara bar dengan sofa pun cukup luas sehingga tamu yang sedang berjoged tak menghalangi/mengganggu tamu yang duduk disofa. (Maaf, disini nggak ada istilah senggol bacok). Jadi bagi mereka-meraka yang hobi tawuran ketika menyaksikan hiburan, saya sarankan jangan datang ke tempat ini.

Sekilas, klub yang mampu menampung 200-300 pengunjung itu, pada Senin-Rabu membidik tamu yang pulang kerja. Yaitu para pekerja yang umumnya tidak mau pulang dulu ke rumah sebelum mampir ke tempat tersebut. Khusus Jumat-Minggu, owner tempat hiburan (kayak-nya) membidik tamu yang relatif muda. Indikasinya, selalu dimeriahkan live performance band café dengan tembang-tembang hits, popular, progresif hingga house musik. Tak ketinggalan DJ yang khusus didatangkan dari luar kota Malang menambah meriah suasana.

Tak hanya atmosfir ke-muda-an, menu minuman kelas atas mulai quontro, civas regal, gin, dll ditawarkan dengan harga bervariatif dan tentunya dengan harga spesial. Bahkan juga tersedia, “ramuan” 10 jenis minuman di mix jadi satu oleh bartender yang penyajiannya dengan cara dibakar, namanya “Perfecto 10”. (pengen tau harganya Rp 225.000/gelas). Sepuluh jenis minuman yang di-mix itu kalau tidak salah terdiri dari Vodka, Triple Sec, Tequila, Blue Curracou, Bacardi, Gin, Brandi, Martini, Whisky dan Orange Juice.

Meski terkesan mewah, harga yang ditawarkan relatif tak terlalu mahal jika dibandingkan dengan “kelas” klub malam tersebut. Tempat ini juga memberlakukan cover charge dengan memberikan promo free flow tequila for ladies. Sedangkan bagi pengunjung pria, dimanjakan dengan promo Buy 1 Get 1 beer baik kemasan botol maupun pitcher. Kalau ingin mencoba pengalaman dan suasana baru, ayo bareng-bareng ke kota dingin. Wassalam (Agus C. Winardi)